MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
KASUS
MENGENAI CAP KAKI TIGA VS CAP BADAK
KELOMPOK
5
DISUSUN OLEH : 1.
ASA RIZKI IRAWAN (21215078)
2.
ENY LESTARI M (27215584)
3.
LAILA ANGGRAINI (23215771)
4.
RIZKI MUSTIKA S P (26215152)
5. SRI MEGA WULANDARI (26215670)
6.
FACHTUR RACHMANSYAH (22215336)
6.
RUMASTI N SORMIN (2B216855)
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI S1
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK, 2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Setiap
ide-ide yang cemerlang dan kreatif yang tercipta dari seseorang
atau sekelompok orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia
yang berguna dan memberi dampak baik dari berbagai aspek perlu di akui
dan perlu dilindungi, agar ide-ide cemerlang dan kreatif yang telah diciptakan
tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk itu diperlukan wadah yang
dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif tersebut. Untuk
tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang HaKI (Hak atas Kekayaan
Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual Property Organization).
Di
Indonesia sendiri untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan
hasil kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta
mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka dirasakan perlunya
perlindungan hukum terhadap hak cipta. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan
sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan
berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di
tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Di
Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor
6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah
diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan.
Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi
tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri)
serta tanda yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga
perlu diakui dan dilindungi dibawah perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak
atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya
teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah.
RUMUSAN MASALAH
Untuk
mengetahui apakah yang dimaksud dengan HAKI
Mengetahui
yang apa yang dimaksud dengan Merek
Mengetahui
contoh kasus dari citra merek yang pernah terjadi
TUJUAN
Untuk
mengetahui HAKI dan Hak merek secara
ringkas
Untuk
memenuhi tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI)
Hak
Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) atau Hak Milik Intelektual adalah
padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau
Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790.
Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si
pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku
sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. HKI terdiri dari tiga kata
kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual.
Kalau
dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di
Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo
dan Guttenberg terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu
tersebut, dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum
tentang paten tersebut kemudian di adopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR
tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu
Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang
paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi
tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang
dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak
cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi,
pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan minimum dan
prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro
administratif bernama the United International Bureau for the Protection of
Intellectual Property yang kemudian di kenal dengan nama World Intellectual
Property Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi bahan administratif khusus
di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada
tahun 2001 WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan
Intelektual Sedunia.
Kekayaan
merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi
kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan
lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa HaKI atau HKI adalah hak yang berasal
dari hasil kegiatan kretif suatu kemampuan daya berpikir manusia yang
mengepresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat
serta berguna dalam menunjang khidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis
yang melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut.
Sistem
HaKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang
diberikan negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan
sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya
(kreativitas) dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut
mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan
masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Disamping
itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala
bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau
karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan
dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya
dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut
untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Apa
yang dimaksud dengan Merek?
merupakan
sesuatu yang tentunya tidak asing di telinga kita, karena merek menjadi salah
satu pertimbangan penting ketika kita akan membeli suatu produk. Lalu, tahukah
anda apa yang dimaksud dengan Merek tersebut?? Mari kita bahas dalam artikel
ini.
Lamb
(2001) berpendapat bahwa “Merek adalah
suatu nama, istilah, simbol, desain atau gabungan keempatnya yang
mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakannya dari produk
pesaing”(hlm.421).
Menurut Keller dalam Tjiptono (2005), “Merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa”(hlm.19). Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangible(terkait dengan kinerja produk dari merek bersangkutan) maupun simbolik, emosional danintangible (berkenaan dengan representasi merek).
Menurut Keller dalam Tjiptono (2005), “Merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa”(hlm.19). Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangible(terkait dengan kinerja produk dari merek bersangkutan) maupun simbolik, emosional danintangible (berkenaan dengan representasi merek).
Sedangkan
nama merek yaitu bagian dari merek yang dapat disebutkan, diucapkan termasuk
huruf-huruf, kata-kata, dan angka-angka. Brand merupakan
janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa
tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa brand adalah suatu nama, istilah, simbol, tanda, desain, atau
kombinasi dari semuanya yang digunakan untuk mengidentifikasikan produk dan
membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing.
Menurut Keller dalam Tjiptono (2005),
Merek bermanfaat bagi produsen, sebagai:
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
Bentuk proteksi terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
Bentuk proteksi terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.
Sarana
menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para
pesaing.
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang(hlm.20).
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang(hlm.20).
Menurut Kotler dalam Kismono (2001),
merek dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu:
Brand name adalah bagian dari merek yang bisa dilafalkan. Brand mark adalah suatu simbol atau desain yang digunakan untuk memberikan identitas pada produk atau untuk membedakannnya dengan produk lain.
Brand name adalah bagian dari merek yang bisa dilafalkan. Brand mark adalah suatu simbol atau desain yang digunakan untuk memberikan identitas pada produk atau untuk membedakannnya dengan produk lain.
Trade
character adalah brand mark yang mengambil bentuk fisik atau
sifat manusia(hlm.335).
Merek (brand) merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pemasaran, karena kegiatan memperkenalkan dan menawarkan produk barang dan atau jasa tidak terlepas dari merek yang dapat diandalkan. Merek juga merupakan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengambil keputusan untuk membeli. Merek merupakan strategi jangka panjang yang memiliki nilai ekonomis bagi konsumen maupun bagi si pemilik merek.
Merek (brand) merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pemasaran, karena kegiatan memperkenalkan dan menawarkan produk barang dan atau jasa tidak terlepas dari merek yang dapat diandalkan. Merek juga merupakan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengambil keputusan untuk membeli. Merek merupakan strategi jangka panjang yang memiliki nilai ekonomis bagi konsumen maupun bagi si pemilik merek.
Merek
merupakan suatu tanda pembeda atas barang atau jasa dari suatu perusahaan
dengan perusahaan lainnya. Sebagai tanda pembeda maka merek dalam satu
klasifikasi barang atau jasa, tidak boleh memiliki persamaan antara satu dengan
yang lainnya. Merek atas barang lazim disebut sebagai merek dagang yaitu
merek yang digunakan/ditempelkan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang, atau badan hukum.
Menurut Darmadi Durianto, dkk (2004)
merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena di dalamnya tercakup enam
pengertian yaitu:
Atribut
produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan
lain-lain.
Manfaat, meskipun merek membawa sejumlah atribut, namun konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Nilai, merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Budaya, merek juga mencerminkan budaya tertentu.
Manfaat, meskipun merek membawa sejumlah atribut, namun konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Nilai, merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Budaya, merek juga mencerminkan budaya tertentu.
Kepribadian,
seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk
mendongkrak atau menopang merek produknya. Pemakai, merek menunjukkan jenis
pemakai yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
Menurut Shimp (2003),
nama yang dipilih untuk suatu merek harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
Mempengaruhi
kecepatan konsumen dalam menyadari suatu merek, Mempengaruhi citra merek, Memainkan
peran penting dalam pembentukan ekuitas merek.
Apabila
suatu perusahaan memperlakukan merek hanya sekedar nama, maka perusahaan
tersebut tidak melihat tujuan merek yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian
merek adalah mengembangkan satu set makna yang mendalam untuk merek tersebut.
Dengan 4pengertian merek di atas, perusahaan harus dapat menentukan pada
tingkat mana perusahaan akan menanamkan identitas merek.
Dalam
kegiatan mempromosikansuatu merek, atribut merek saja tidak cukup. Pertama
karena konsumen tidak akan tertarik pada atribut merek bila dibandingkan dengan
manfaat merek, kedua pesaing dapat dengan mudah meniru atribut tersebut, dan
yang ketiga atribut yang sekarang mungkin nanti di kemudian hari akan kurang
bernilai, sehingga merugikan merek yang terlalu terikat pada atribut tersebut.
Menurut Freddy Rangkuti (2002),
merek bila dilihat dari sudut pandang konsumen, akan mempermudah pembelian.
Merek membantu meyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan kualitas yang
konsisten ketika mereka membeli produk tersebut.
Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan, karena merek dapat dengan mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatkan pada suatu display. Merek juga dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan dengan produk-produk sejenis yang berbeda.
Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan, karena merek dapat dengan mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatkan pada suatu display. Merek juga dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan dengan produk-produk sejenis yang berbeda.
Berdasarkan pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa merek adalah nama, terminologi, tanda, simbul
atau desain atau kombinasi diantaranya, yang ditujukan untuk mendidentifikasi
barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk mebedakannya
dari pesaing.
Istilah
brand mempunyai pengertian yang luas, dan oleh Panitia Definisi dalam The
American Marketing Association telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Brand adalah
suatu nama, istilah, simbol, atau desain (rancangan), atau kombinasinya yang
dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal barang atau jasa dari seorang penjual
atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang-barang yang
dihasilkan pesaing.
2. Brand
name terdiri atas kata-kata, huruf, dan/atau angka-angka yang dapat
diucapkan.
3. Brand
mark adalah bagian dari brand yang dinyatakan dalam bentuk simbol, desain,
atau warna atau huruf tertentu.
4. Trade
mark adalah brand yang dilindungi oleh undang-undang karena
sudah didaftarkan pada pemerintah dan perusahaan mempunyai hak tunggal untuk
menggunakannya. Jadi, trade markterdiri atas kata-kata, huruf atau
angka-angka yang dapat diucapkan, termasuk juga brand mark.
Dalam
praktik, masalah brand ini sering kita jumpai, misalnya pada mobil:
HOLDEN adalahbrand name, sedangkan brand mark digambarkan dengan
singa yang sedang memegang bola. Bilamana sebuah merk sudah didaftarkan pada
pemerintah, biasanya dicantumkan pula kata-kata “trade mark” pada merk atau
pada bagian lain dari pembungkusnya. Sering pula kita jumpai simbol r
kecil,
singkatan dari registered (sudah terdaftar). Ini juga merupakan suatu
tanda bahwa merk bersangkutan sudah didaftarkan pada pemerintah.
CONTOH KASUS DARI CITRA MEREK YANG PERNAH TERJADI
Kasus
merek kerap kali terjadi di Indonesia . Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang
menuai kontroversi dan ada yang masih saat ini tetap beredar di pasaran. Kali
ini kami akan membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran
CONTOH
KASUS DAN JALAN KELUAR YANG DIAMBIL
Sejak
pertama kali diperkenalkan pada 1980-an, larutan penyegar produksi PT Sinde
Budi Sentosa muncul sebagai pioner obat panas dalam di pasar Indonesia. Selama
puluhan tahun, larutan penyegar yang terkenal dengan simbol badak ini mampu
tumbuh dan berkembang hingga menjadi produk andalan Sinde.
Pada
1978, PT Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk penggunaan merek dagang cap
Kaki Tiga dari Wen Ken Drug Singapore. Namun, lantaran persyaratan yang diminta
pemilik merek Kaki Tiga begitu berat, PT Sinde Budi Sentosa memutuskan
memproduksi larutan penyegar cap Badak.
"Perubahan ini adalah non teknis, pemberi lisensi dari Singapura Wen Ken kepada Sinde Budi Sentosa memberatkan dari segi hukum dan lainnya. Maka manajemen Sinde Budi Sentosa mengambil keputusan ganti merek logo dari cap Kaki Tiga menjadi cap Badak," kata Presiden Direktur perusahaan tersebut, Budi Yuwono, dalam tayangan Usaha Anda, Sabtu (23/7).
PT Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan farmasi yang memproduksi dengan fasilitas modern seusai dengan standar Good Manufacturing Practice. Sinde juga telah mendapat pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia dengan dikeluarkannya sertifikat halal pada 2007.
"Perubahan ini adalah non teknis, pemberi lisensi dari Singapura Wen Ken kepada Sinde Budi Sentosa memberatkan dari segi hukum dan lainnya. Maka manajemen Sinde Budi Sentosa mengambil keputusan ganti merek logo dari cap Kaki Tiga menjadi cap Badak," kata Presiden Direktur perusahaan tersebut, Budi Yuwono, dalam tayangan Usaha Anda, Sabtu (23/7).
PT Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan farmasi yang memproduksi dengan fasilitas modern seusai dengan standar Good Manufacturing Practice. Sinde juga telah mendapat pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia dengan dikeluarkannya sertifikat halal pada 2007.
"Semua
produk yang mendapat sertifikat halal sudah sesuai standar SOP. Artinya kalau
Sinde sudah mendapat sertifikat halal sudah jelas layak untuk dikonsumsi karena
dia pun mendapat izin dari badan POM untuk izin edar," ujar Wakil Direktur
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI Usmena Gunawan. Kinocare
Pemegang Lisensi Baru Cap Kaki Tiga Liputan6.com, Jakarta: Larutan Penyegar Cap
Kaki Tiga sudah dipercaya masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun.
Pionir di industri larutan penyegar ini merupakan produk dari perusahaan
farmasi Wen Ken Drugs.
"Wen
Ken Drugs adalah perusahaan farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap Kaki
Tiga. Diproduksi sejak tahun 1937, Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga telah hadir
selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia," tutur
Direktur Wen Ken Drug Fu Siang Jin di tayangan Usaha Anda SCTV, Sabtu (10/9).
Seiring
berjalannya waktu, Indonesia dipercaya untuk terus memasarkan Larutan Penyegar
Cap Kaki Tiga. Lisensi produk diserahkan dari Wen Ken Drugs ke Kino Group, yang
telah memperoleh izin Badan Pengawas Obat dan Makanan.
"Saat
ini di Indonesia yang ditunjuk sebagai pemegang lisensi Merek Cap Kaki Tiga
untuk produk Larutan Penyegar dengan etiket merek yang menggunakan Karakter
Badak Bercula adalah Kino Group," tutur Gunawan Widjaja, kuasa hukum Wen
Ken Drug. "Kami akan selalu menjaga kerahasiaan dan keabsahan formulasi
dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan
ini," papar CEO PT. Kinocare Era Kosmetindo Harry Sanusi.
"Pabrik
kami telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, memiliki sertifikasi
ISO 9000 versi 2008 dari standar ISO SGS. Untuk produk Larutan Penyegar Cap
Kaki Tiga, kami telah memiliki sertifikasi halal dari MUI," ujar Kepala
Pabrik PT Kinocare Era Kosmetindo Joko Guntoro.
Jangan sampai salah membedakan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang asli dengan yang palsu. Produk asli memiliki logo Cap Kaki Tiga, tulisan merek Cap Kaki Tiga, dan gambar badak. Ingat larutan penyegar, ya Cap Kaki Tiga, tidak ada yang lain.(WIL/ULF) Larutan Cap Kaki Tiga Tidak Berganti Nama Jadi Cap Badak.
Jangan sampai salah membedakan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang asli dengan yang palsu. Produk asli memiliki logo Cap Kaki Tiga, tulisan merek Cap Kaki Tiga, dan gambar badak. Ingat larutan penyegar, ya Cap Kaki Tiga, tidak ada yang lain.(WIL/ULF) Larutan Cap Kaki Tiga Tidak Berganti Nama Jadi Cap Badak.
Jakarta
(GNI),- Bertempat Di Hotel Niko Jakarta -Pusat Selasa 13 September 2011 Pemilik
Merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA Wen Ken Drugs Pte Ltd (WKD ) asal
singapura ,telah memberi Lisensi kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (Kino) untuk
memproduksi larutan penyegar Cap KAKI TIGA di Indonesia sesuai dengan merek
aslinya dan tidak berganti nama menjadi Cap BADAK, pernyataan ini disampaikan
saat menggelar jumpa pers kemarin.
Lisensi dari WKD tersebut diberikan kepada Kino pada tanggal 28 April 2011 dan memberikan kewenangan kepada Kino untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia. Sementara, kerja sama WKD dengan perusahaan manufaktur Indonesia yang lama telah berakhir pada tanggal 4 Februari 2008 yang dikuatkan dengan putusan pengadilan.
Lisensi dari WKD tersebut diberikan kepada Kino pada tanggal 28 April 2011 dan memberikan kewenangan kepada Kino untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia. Sementara, kerja sama WKD dengan perusahaan manufaktur Indonesia yang lama telah berakhir pada tanggal 4 Februari 2008 yang dikuatkan dengan putusan pengadilan.
Bisnis
Manufaktur sudah dijalankan Harry. Sejak tahun 1999. Kini, pabrik Kino telah
memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, serta memiliki sertifikasi ISO
9000 versi. 2008 dari standar ISO SGS.
Untuk
Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA, Kino telah memiliki sertifikasi halal dari
Majelis Ulama Indonesia dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
"Kami akan selalu menjaga Kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken
Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini " kata
Harry.
Etiket merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan Badak sepenuhnya. Adalah milik WKD sejak tahun 1973. Keseluruhan etiket merek tersebut mengandung lukisan Badak yang berdiri di atas batu, latar belakang berupa gambara gunung, sungai, dan sawah, serta tulisan LARUTAN PENYEGAR.
Dalam
berbagai bahasa yang merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Wen Ken
Drugs adalah perusahaan Farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA
yang diproduksi sejak tahun 1973. Larutan penyegar Cap KAKI TIGA telah hadir
selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia, "tutur
Direktur Wen Ken Drugs Fu Siang Jeen.
Kino berharap mitra lama WKD melakukan bisnis dengan itikad baik dan bersaing secara sehat' kami juga berharapa perkara hukum atas merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan badak bisa segera tuntas agar kami bisa berbisnis dengan nyaman ."Ujar Harry.
Kino berharap mitra lama WKD melakukan bisnis dengan itikad baik dan bersaing secara sehat' kami juga berharapa perkara hukum atas merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan badak bisa segera tuntas agar kami bisa berbisnis dengan nyaman ."Ujar Harry.
Penjualan
naik 20% Kino menargetkan pertumbuhan penjualan di 2011 naik 20% dibandingkan
tahun lalu dengan nominal penjualan antara Rp 1 triliun - Rp 2 triliun di tahun
lalu. Penjualan tak hanya di dukung produk larutan penyegar tapi juga merek
consumer goods lainnya seperti Sleek, Absolute, Ovale, dan sebagainya.
Kaki
Tiga Masuk Pengadilan Tak banyak yang peduli dengan perkara niaga “kaki tiga”
ini. Wajar, karena sebagian besar pengunjung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat lebih akrab dengan perkara “kaki dua”, perdata atau pidana, yang memang
bejibun jumlahnya.
Alkisah
“Kaki Tiga” menjadi akrab di telinga tak bisa lepas dari peran PT Sinde Budi
Sentosa, sebuah perusahaan farmasi yang berdiri sejak 1978. Melalui produk
larutan penyegar dalam botol, perusahaan yang semula bermarkas di Tambun, Jawa
Barat itu, pada tahun 1981 langsung menyodok selera konsumen.
Maklum,
larutan tersebut tanpa rasa, tanpa warna, tanpa bahan pengawet dan murah. Merek
“Kaki Tiga” memang hoki, karena sejak itu PT Sinde Budi Sentosa langsung
melakukan pengembangan produk, di antaranya membuat tujuh rasa berbeda dalam
kemasan kaleng dan juga dalam bentuk kaleng yang beragam sebagai produk baru,
memperluas ragam produk dengan memproduksi versi baru dari Balsem Pala (Bapala)
dan sekaligus memperluas distribusinya dengan penambahan gudang seluas 6.000 m2.
Tak
cuma itu, pada 1995 PT Sinde Budi Sentosa memperoleh lisensi Sirup Obat Batuk
Nin Jiam Pei Pa Koa dari Hong Kong, dan Pil Chi Kit Teck Aun dari Malaysia dan
memindahkan kantor pusat ke Wisma SMR di Jakarta Utara. Sementara pada tahun
2002, PT Sinde Budi Sentosa memperkenalkan Ena’O, minuman energi, dan
mendiversifikasikannya ke dalam kemasan botol, kaleng dan sachet bubuk dan
sachet cair.
Namun,
pada Februari 2008 lalu, kehandalan pengelola mengembangkan menjadi perusahaan
farmasi ternama tercoreng. Bahkan, sejak Maret 2008, saat sejumlah koran
mengumumkan PT Sinde Budi Sentosa bukan pemegang lisensi merek Cap Kaki Tiga.
Sang induk pengumuman, Wen Ken Drug Co Pte Ltd, perusahaan yang berkedudukan di
Singapura, mengungkapkan bahwa Wen Ken Drug adalah pemilik sah merek dagang
“Cap Kaki Tiga”, termasuk produk larutan penyegar Cap Kaki Tiga.
Selain
itu, Wen Ken Drug juga mengumuman telah menunjuk PT Tiga Sinar Mestika sebagai
kuasa dari Wen Ken Drug terhitung sejak 2 Juni 2008. PT Tiga Sinar Mestika akan
membantu Wen Ken Drug mencari calon penerima lisensi merek dagang di Indonesia.
Pada hari yang sama, PT Tiga Sinar Mestika juga mengumumkan undangan resmi
kepada siapapun (termasuk PT Sinde Budi Sentosa) yang berminat menjadi calon penerima
lisensi merek dagang.
Pengumuman
Sinde juga memperingatkan Wen Ken Drug “untuk tetap menghormati hukum, dengan
tidak mengalihkan lisensi merek ‘Cap Kaki Tiga’ kepada pihak lain sebelum
adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengakhiri
lisensi antara Wen Ken Drug dengan Sinde Budi Sentosa.
Kaki
Menggugat Tak cukup dengan gertak pengumuman, pada 22 September 2008, PT Tiga
Sinar Mestika, selaku substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co
Pte Ltd, menggugat PT Sinde Budi Sentosa, produsen Cap Kaki Tiga, melalui
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, Tiga Sinar Mestika meminta
Pengadilan memerintahkan Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan,
pemasaran, dan pendistribusian produk dengan merek Cap Kaki Tiga yang antara
lain berupa produk larutan penyegar, balsem, puyer sakit kepala, obat kurap,
dan salep kulit.
Penggugat
menuntut dua macam ganti rugi materiil. Pertama, kerugian materiil yang terkait
dengan pembayaran royalti oleh tergugat kepada penggugat sejumlah 1% dari
penjualan tergugat per tahun terhitung sejak 1978. Kedua, kerugian material
terkait dengan upaya penghilangan logo Kaki Tiga, sejumlah S$1 juta per tahun,
terhitung dari 2000. Nilai S$1 juta ini diklaim setara dengan biaya promosi
produk Cap Kaki Tiga.
Penggugat
juga menuntut dua macam ganti rugi immateriil. Pertama, immateriil S$100 juta,
terkait dengan upaya penghilangan logo Cap Kaki Tiga, yang diklaim dapat
membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat. Kedua, immateriil S$100 juta,
terkait dengan kegiatan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian
produk-produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara tidak sah dan tanpa
hak, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.
Sementara itu, pada sidang yang diketuai Majelis Hakim Panusunan Harahap, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.
Sementara itu, pada sidang yang diketuai Majelis Hakim Panusunan Harahap, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.
Perusahaan
asal Singapura itu juga mengklaim Sinde Budi Sentosa tidak membayar royalti
secara kontinu, tidak menyampaikan laporan produksi dan atau penjualan produk
yang menggunakan merek Cap Kaki Tiga, serta menghilangkan gambar atau logo Kaki
Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.
Sejak
2000, menurut penggugat, pihaknya berupaya untuk membahas masalah pembuatan
suatu perjanjian lisensi. Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu, pada
Februari 2008 penggugat mengumumkan pemberitahuan di media massa bahwa pihaknya
tidak mempunyai hubungan kerja sama lagi dengan tergugat. Ya, kini larutan itu
memanas!. simon leo siahaan, yoyok b pracahyo
Lisensi
Sejak 1978 Merasa dirugikan, Sinde Budi menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri
Bekasi. Alasannya, Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak
terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga
ke pihak lain.
Dalam
gugatan yang didaftarkan pada 28 Oktober 2008 lalu, Sinde Budi menilai
pengakhiran itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Bahkan,
Sinde Budi menuding perusahaan asal Singapura itu telah melakukan perbuatan
melawan hukum (PMH).
Dalam gugatannya, perusahaan itu meminta agar pengadilan menyatakan perikatan lisensi merek Cap Kaki Tiga antara kedua pihak adalah sah dan mengikat menurut hukum, serta menyatakan pengakhiran lisensi yang dilakukan Wen Ken adalah tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalil itu mengacu pada pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Kami
juga menuntut Wen Ken membayar ganti rugi yang jumlahnya Rp 800 miliar, sebagai
pengganti biaya promosi, kerugian bisnis berupa potential loss, kerugian
investasi berupa pabrik, tanah, dll," ujar Andi F Simangunsong, salah satu
kuasa hukum Sinde Budi, belum lama ini.
Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai komprensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.
Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai komprensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.
Selain
itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan
(loss profit) sebesar 5% dari total omset per tahun selama 10 tahun yaitu Rp200
miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan
bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan
sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.
Sebelumnya,
pada 1976 Direktorat Paten menolak pendaftaran Cap Kaki Tiga lantaran memiliki
kemiripan dengan merek Kaki Tiga Roda yang lebih dulu terdaftar. Akhirnya pada
1979 merek Kaki Tiga Roda milik Thee Tek Seng dibeli oleh Sinde Budi yang
dibiayai Tjioe Budi Yuwono, salah satu pemegang saham Sinde Budi. Karena itulah
bisnis Cap Kaki Tiga bisa berjalan hingga sekarang.
Sinde Budi malah balik menuding Wen Ken yang tidak beritikad baik saat menyusun draft perjanjian lisensi. Sebab meski sudah mencapai kesepakatan pada 29 Januari 2008, sehari kemudian Wen Ken tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Namun demikian, Sinde Budi masih mau bernegosiasi meskipun akhirnya tidak tercapai kesepakatan.
Sinde Budi malah balik menuding Wen Ken yang tidak beritikad baik saat menyusun draft perjanjian lisensi. Sebab meski sudah mencapai kesepakatan pada 29 Januari 2008, sehari kemudian Wen Ken tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Namun demikian, Sinde Budi masih mau bernegosiasi meskipun akhirnya tidak tercapai kesepakatan.
Soal
pembayaran royalti, Sinde Budi menyatakan sudah melaksanakannya dalam
pembayaran sekaligus (lump sum) tanpa memperhitungkan jumlah yang akan
diproduksi. Beberapa tahun terakhir disepakati pembayaran royalti sebesar S$660
ribu per tahun. Jumlah royalti yang dibayarkan sejak 1978 hingga 30 April 2008
mencapai S$4,962 juta. Sementara soal pelaporan hasil produksi dan penjualan,
Sinde Budi tidak wajib dilaporkan pada Wen Ken. simon, yoyok
KESIMPULAN
Sistem HaKI
merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang
diberikan negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan
sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya
(kreativitas) dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut
mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan
masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Disamping itu
sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala
bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau
karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan
dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya
dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut
untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Dalam
contoh kasus yang kami ambil adanya kesamaan dalam penberian nama produk,
karena tidak memahami apa itu HAKI, dengan melanggar hak paten/ privasi maka
akan dapan di pidana kan, jalan keluar untuk penyelesaian jika terjadi hal
tersebut adalah dengan mengganti nama dan membayar royalti kepada perusahaan
pertama yang menggunakan nama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://ummiadliyah.blogspot.co.id/2015/10/makalah-hak-atas-kekayaan-intelektual.html
http://ezzatannaaziaathaki.blogspot.co.id/
https://www.kaskus.co.id/thread/51b998c90975b4ed01000007/larutan--cap-kaki-tiga-atau-cap-badak/
http://news.detik.com/berita/2083742/drama-perseteruan-cap-badak-vs-cap-kaki-tiga-jilid-ii
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512598663e72d/perseteruan-produsen-larutan-penyegar-berlanjut
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/bizmark/kaki-tiga-dan-badak
http://ezzatannaaziaathaki.blogspot.co.id/
https://www.kaskus.co.id/thread/51b998c90975b4ed01000007/larutan--cap-kaki-tiga-atau-cap-badak/
http://news.detik.com/berita/2083742/drama-perseteruan-cap-badak-vs-cap-kaki-tiga-jilid-ii
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512598663e72d/perseteruan-produsen-larutan-penyegar-berlanjut
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/bizmark/kaki-tiga-dan-badak